Berawal dari migrasi beberapa bulan lalu ke metropolitan macam Jakarta, pengalaman ini didapat dan akhirnya terereeettt….
cerita pun bisa dimulai. Bagi
sebagian orang, mungkin
menjadi momok yang cukup menakutkan harus pindah ke kota super crowded seperti Jakarta. Namun ada yang menganggap biasa-biasa
saja, bahkan memunculkan sebuah tantangan untuk survive dan meraih sukses di ‘Hutan beton’ Ibukota. Sekelas kota metropolitan memang menyediakan fasilitas meraih
kesuksesan dengan ‘mambrah-mambrah’ sangat
banyak. Tinggal kesediaan manusianya saja yang mau atau tidak mengolah segala
sarana yang ada dengan
maksimal. Oleh karena itu, pada
kesempatan kali ini, saya akan berbagi sedikit ikhwal migrasi untuk
meraih mimpi.
Migrasi ini saya tafsirkan sebagai ‘berpisah’ untuk sekian waktu yang tidak
bisa ditentukan dari apapun yang
melekat saat ini termasuk dengan orang-orang yang disayangi. Nasehat dalam sebuah motivation training, inilah saatnya keluar dari zona aman dan kenyamanan. Selama ini selalu
ada keluarga, teman, sahabat dan komunitasnya yang siap siaga menemani dan menguatkannya. Akan tetapi,
sejak migrasi itulah berarti ‘genderang perang’ ditabuh. Perang akan
kemandirian yang menjadi lawan utamanya. Ya! Mandiri dalam segala hal. Mulai
dari kebutuhan beribadah serta kebutuhan yang melekat sehari-hari macam makan, minum, mencuci,
dan tempat tinggal alias rumah kos,
sampai membunuh kesepian dalam kesendirian juga harus bisa diatasi sendiri. Mandiri disini bukan berarti kita mesti
hidup seorang diri tanpa bergaul dengan orang lain layaknya hidup di tengah
hutan belantara nan suci yang belum terjamah manusia sama sekali, namun mandiri
untuk benar-benar bisa berpijak dengan gigih nan kuat diatas kaki sendiri.
Migrasi -Hijrah- Rosululloh Muhammad SAW |
Menegakkan kemandirian itu ternyata tidak semudah
dengan meniup debu yang menempel di meja sudut ruang. Jika sudah mantap untuk
migrasi, maka kita mesti pasang kuda-kuda dengan benar. Niat yang tulus untuk
belajar mandiri dan azam yang kuat sangat dibutuhkan agar program kemandirian
dalam perantauan bisa sukses. Niat yang tulus sangat perlu dicanangkan agar
setiap aktivitas di ‘Negeri Orang’ bernilai ibadah kepada Yang Maha Pengasih
nan Penyayang. Innamal a’malu binniyyat,
segala sesuatu dinilai Alloh dari niatnya. Maka akan sangat disayangkan ketika
aktivitasnya bukan diniati karena Alloh SWT Yang Maha Mengetahui, karena semua
itu akan menjadi sia-sia amal perbuatannya. Maka langkah pertama yang
semestinya dilakukan adalah dengan me-refresh
NIAT.
Azam yang kuat dibutuhkan agar ‘Sang Perantau’
mampu bertahan dan meneruskan perjuangannya. ‘Sang Perantau’ mesti
bersungguh-sungguh. Ibarat pejuang Perang Badar yang terus meneriakkan semangat
Jihad. Jihad menjadi jalan yang mesti ditempuh. Bukan bermaksud menyarankan
untuk menjadi ‘pengantin’ yang mengalungi bom berbahan baku TNT untuk
meledakkan sasaran ledak lantas menjadi terkenal karena diberitakan di media
massa. Namun lebih kearah kesungguhan dalam setiap tindakannya. Ya!!!
Sungguh-sungguh. Totalitas dalam belajar dan serius dalam berusaha ataupun bekerja.
Tak jarang akan datang gangguan. Merasakan kejenuhan dalam kesendirian yang
sepi, menghadapi tantangan dari segala bentuk hawa nafsu, serta muncul godaan lainnya
yang kesemuanya itu sebenarnya menjadi alat untuk menempa diri. Hembusan-hembusan lirih untuk kembali ke comfort zone juga sesekali terdengar
dengan jelas. Oleh karena itu, kuda-kuda kedua yang semestinya dilakukan adalah
memiliki KESUNGGUHAN!
Meskipun untuk urusan pribadi, kita sebaiknya
perlakukan setiap hal dengan baik dan bijaksana. Apalagi untuk urusan yang
terkait dengan orang lain, pendidikan ataupun pekerjaan. Tak lain dan tak bukan
adalah demi kemanfaatan yang akan kita peroleh. Akan menjadi tidak sempurna
hasilnya jikalau kita memperlakukannya dengan setengah hati apalagi hanya
pura-pura bak opera topeng yang tak mungkin menampilkan wajah aslinya. Dalam
mata kuliah Manajemen Bisnis, diajarkan tentang strategi untuk mencapai tujuan.
Ibarat sebuah jurus pamungkas dalam dunia bela diri. Para ahli Manajemen sering
menyebutnya dengan POAC. POAC digunakan untuk mengatur project yang ditangani supaya berhasil. P disini untuk Planing, O untuk Organizing, A untuk Actuating,
dan C untuk Controlling. Selain itu,
ada pula ahli yang menambahkannya dengan unsur E untuk Evaluating.
Rencanakan apa saja
yang akan dilakukan selama masa ‘inkubasi’ di dunia rantau. Perencanaan yang
baik dan rapi akan dapat membantu mencapai target yang telah dibidik, meraih
mimpi yang menjadi asanya. Saking sakralnya perencanaan, para master motivasi
sering memberi petuah “Gagal merencanakan sama saja dengan merencanakan
kegagalan”. Pengelolaan secara
efisien dan efektif sumber daya yang dimiliki akan menambah power layaknya
dongkrak prestasi. Setelah planing tersusun dan pengelolaan yang mendukung
perencanaan dibuat, saatnya beraksi
semaksimal mungkin. Atur ritme dan nuansa perjuangan agar tidak kendor di awal
dan terus melaju sampai garis finish. Selalu awasi action yang diambil
agar senantiasa berada pada rel yang benar. Apabila terjadi pergeseran jalur,
segera akan diketahui penyebab dan
akibatnya, sehingga bisa secepat mungkin mengambil tindakan untuk mengatasinya.
Hal itu bisa terlaksana dengan pengawasan yang ketat.
Setelah aktivitas selesai dikerjakan, tak ada
salahnya kita lakukan evaluasi.
Bagian mana yang sudah memenuhi harapan akan diketahui. Bagian yang masih
dibawah hasil memuaskan bisa teridentifikasi pula. Otomatis langkah selanjutnya
adalah melakukan perbaikan pada bagian yang belum ‘layak cetak’ tadi. Adil dan
proporsi juga perlu diterapkan dalam segala aktifitasnya. Tidak kurang dan
tidak lebay a.k.a berlebihan serta tepat sasaran. Oleh karena itu, kuda-kuda
yang ketiga adalah bertindak dengan profesional.
Baik dan benar. Cepat dan tepat. Ada sinkronisasi antara tujuan dengan cara
yang diambil serta didasari niat yang baik.
Setelah berbagai usaha dilakukan untuk berjuang di
tanah rantau, ada faktor lain yang berpengaruh pada keberhasilan kita. Faktor X
yang tidak terlihat mata meskipun dengan bantuan lensa sekalipun. Dan saatnya lah
kita serahkan kepada faktor X tersebut. Dia yang Maha Kuasa atas segala sesuatu
termasuk planing kita. Dia yang
mengarahkan pengelolaan kita. Dia yang menegur action kita apabila melenceng dari aturan mainNYA. Dia yang menilai
setiap tetes keringat usaha kita dan akan membalasnya dengan sangat adil. “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan
seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya.” QS 99:7. Dan
juga sebaliknya, “Dan barang siapa yang
mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya
pula.” QS 99:8. Dialah Alloh SWT!
“Doa
+ Ikhtiar (Usaha) + Tawakal”
Terakhir namun bukan akhir, yang tak kalah penting
juga adalah adanya teman dan sahabat. Carilah teman agar kita tidak mati
kesepian dalam kesendirian. Dan tak sedikit pula akan kita hadapi tantangan
dalam masa-masa ini. Kehadiran seorang teman akan sangat berarti apabila sedang
menghadapi sebuah masalah. Salah satunya adalah sakit. Sakit dalam masa-masa
ini juga suatu hal yang sangat tidak diinginkan, karena rasanya lebih sakit
dibandingkan ketika sakit di rumah (pengalaman hehe..). Namun perlu hati-hati
juga dalam bergaul. Bertemanlah dengan semua orang, tetapi pilihlah untuk jadi
sahabat. Ia yang mengajak untuk kebaikan pantas untuk dijadikan sahabat. Yang
mengingatkan ketika kita terlena dan khilaf. Yang terus menyemangati ketika
sedang down diterpa badai masalah. Dan yang mau berkorban untuk kebaikan
sahabatnya. Berbahagialah yang punya sahabat untuk berbagi dan sebagainya.
Mungkin inilah yang dimaksud Imam Syafi’i dalam sebuah petuahnya, “...Merantaulah, kau
akan dapatkan pengganti kerabat dan kawan.” Sang Imam menganjurkan kita untuk
meninggalkan tempat lama yang penuh kebahagiaan menuju tempat labuhan baru yang
penuh tanda tanya. Merantaulah untuk mencari kemuliaan diusia muda (syair
lengkapnya, cek disini). Selamat berjuang dalam dunia rantau yang kata orang
dunia yang keras. Teruslah bersemangat untuk menjemput cahaya kemenangan. Tetap
berdiri TEGAK karena kita PETARUNG, dan tetaplah berGERAK karena kita PEJUANG. Selama
punya Alloh, insyaalloh DIA akan akan selalu membimbing dan mengarahkan kita.
Jadi tidak usah khawatir apalagi sampai ketakutan yang berlebihan. Selalu lah
usahakan bersamaNYA. Serta ingat rumusnya: “NiBa, CaBa, HasBa”.
“Niat
Baik + Cara Baik (insyaalloh) = Hasil Baik”
Allohu a’lam...
6 komentar:
"sampai membunuh kesepian dalam kesendirian juga harus bisa diatasi sendiri"
curcol nih yee.. :P
maaf itu bukan curcolan saya, melainkan unek-unek temen. yaaa, sbg teman yg baik saya tulis saja he.. (Kmu ngrasa yah??? wakakakak...)
Mungkin inilah yang dimaksud Imam Syafi’i dalam sebuah petuahnya, “...Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti kerabat dan kawan.” Sang Imam menganjurkan kita untuk meninggalkan tempat lama yang penuh kebahagiaan menuju tempat labuhan baru yang penuh tanda tanya. Merantaulah untuk mencari kemuliaan diusia muda..
well, syairnya semoga menjadi penguat..suatu saat..jika waktu untuk merantau telah tiba :).
Udah di sahare link fb?. Bagus kok..
Hmm, jadi ada insiprasi untuk nulis juga..hehe.syukron yaa ^^
Rantau telah tiba, Rantau telah tiba
Hore hore hore... Hatiiiiku gembira :)
Ya silahkan, nanti klo tulisannya sdh jd, di-share aj..
bagus bgt mz, inspiratif bgt bwt yg merantau,,,
ini tulisannya pz qu baca kok ya smua-nya aku bgt, dari apa yg di alamin sampe dirasain hati n pikiran :)
padahal blum lama nih curhat beginian ke keluarga n tmn lama, trnyata rata2 org merantau spt itu ya, qu kira cuma aku *maklum baru pernah mrasakan seperti ini move-on,,
teruz nulis ssuatu yg bisa memotivasi ya mz,krna ngga smw orang bisa nulis seperti ini, #inspiratif bgttt :)
syukurlah...
Yaa, begitulah moving,selalu ada 'rasa' baru dengannya. bener bgt tuh kata Imam Syafi’i...
Ya insyaalloh, smga istiqomah..
Posting Komentar