Senin, 16 Juli 2012 | By: e_yanuarto

The Prince of Persia


A
khir pekan telah menjadi waktu yang sangat berharga, apalagi bagi para pekerja kantoran yang sebagian besar harinya dihabiskan di ‘hutan beton’ tempat mengais sebongkah berlian. Menjadi berharga bak permata dalam lumpur karena saat-saat itulah yang dinanti setelah berhari-hari bergelut dengan aktifitas ‘fardhunya’ di bilik kesayangan. Ibarat burung yang lepas dari sangkarnya, seolah-olah hari libur menjadi hari bebas merdeka tanpa ada yang membatasi atau melarangnya untuk terbang bebas sesuka hati ke angkasa nan biru lazuardi.

Prince Dastan
Beraneka ragam kegiatanpun dilakukan untuk memanfaatkan momen indah tersebut. Mulai dengan berlibur ke luar kota untuk bertamasya, melakukan hobi yang mungkin sudah lama tidak terjamah, mengunjungi sanak famili, berkemah, memasak bersama anggota keluarga, mengikuti bakti sosial atau hanya sekedar bersantai di rumah sambil membaca buku atau menonton film. Motifnya pun bermacam tujuan, ada yang ingin mencari pengalaman baru, berhasrat mendapatkan kesegaran dan kenikmatan alam, ingin menyambung silaturahim, menginginkan lebih harmonis dalam keluarga, dan ada juga yang hanya sekedar beristirahat untuk memulihkan energi yang terbuang.

Sama halnya dengan saya, akhir pekan yang lalu saya manfaatkan untuk ‘memanjakan diri’. Setelah menyelesaikan aktivitas wajibnya seperti mencuci dan lain sebagainya, segera saya ambil kepingan DVD yang saya dapet dari temen (pinjam biar gratis he..). Itung-itung sambil istirahat, sebuah judul  film telah siap untuk menemani saya. Player sudah ready, langsung saja saya mainkan. It’s time to movie.

Film memang tidak mempunyai kadaluarsa. Meskipun buatan 50 tahun yang lalu asalkan gambarnya masih cukup bagus tidak ada salahnya untuk ditonton. Seperti film yang saya pilih ini (lebih tepatnya judul film ini yang dipinjami teman) juga bukan termasuk film terbaru, namun ceritanya bagus (nantinya kita tahu memang benar-benar bagus). Film berjudul The Prince of Persia : The Sands of Time yang kalau tidak salah diputar untuk pertama kalinya pada tahun 2010 silam, itulah film yang saya tonton.

Film ini menceritakan tentang sebuah kerajaan yang begitu digdaya di Timur Tengah yaitu Persia (kini kita menyebutnya dengan Iran), mungkin kalo saat ini mirip dengan Amerika Serikat yang sering terlihat ingin mencampuri urusan rumah tangga negara lain. Sang Raja yang sedang jalan-jalan dipusat kota begitu terkesima dengan aksi seorang bocah yang dapat meloloskan diri dari kepungan prajurit kerajaan. Setelah mengerahkan begitu banyak prajurit, sang Raja dapat menangkap anak itu. Bukan untuk dihukum melainkan untuk diangkat anak menjadi pangeran ketiga, setelah sebelumnya sang Raja mempunyai dua orang putra. Keputusan ini memang membuat keluarga kerajaan dan kerabat bertanya-tanya, namun mereka dapat menerima keputusan Raja. Bergelar Pangeran Dastan, ia akhirnya tumbuh menjadi seorang Ksatria. Suka berpetualang, berkelahi dan sedikit urakan menjadi ciri khasnya. Jiwanya yang liar mengantarkannya menjadi seorang Ksatria yang ahli pertempuran dalam suatu peperangan.

Sampai pada suatu hari ia ditugasi untuk menjadi barisan pertama penghancur pasukan musuh ketika menyerang Kota ‘Suci’ Alamut. Penyendupan senjata rahasia menjadi alasan penyerbuan. Namun bukan itu sesungguhnya yang menjadi pertimbangan penyerbuan. Disinilah konspirasi Sang Paman mulai beraksi. Kelak kita akan mengetahui bahwa alasan ini hanya sebagai pengalihan isu. Mendapatkan jam pasir yang dapat menahan dan mengembalikkan ke waktu yang lampau adalah tujuan utamanya.

Putri Tamina
Prince Dastan berhasil mengemban tugas dari kakaknya Pangeran Tus yang menjadi pemimpin pasukan untuk menghancurkan tembok pertama pertahanan musuh. Dan akhirnya kota tersebut berhasil ditaklukan dan menawan Tuan Putri untuk dihadiahkan kepada kakanya -Pangeran Tus- sebagai seorang istri. Mendengar keberhasilan Pangeran Dastan menaklukan Kota Alamut, Pamannya yang juga menjabat sebagai penasehat kerajaan (mungkin sama seperti patih, -red) memberinya sebuah jubah yang sangat anggun untuk dihadiahkan kepada Raja (kelak kita akan mengetahui bahwa jubah inilah yang menjadi sumber malapetaka).

Sang Raja tampak begitu bahagia. Tak lain dan tak bukan adalah karena kemenangannya dalam menaklukkan Kota Alamut. Mengetahui Putra Pangerannya mendapatkan tawanan seorang Putri yang kelak dapat dinikahinya, kebahagiaan Raja pun jadi bertambah. Ternyata tidak hanya itu saja, Pangeran Dastan yang menuruti nasehat Pamannya untuk menghadiahi Sang Raja dengan sebuah jubah yang sangat indah semakin melengkapi kebahagiaan sang Raja.

Namun, ternyata hal itu adalah kebahagiannya yang terakhir. Setelah mendapat hadiah jubah dari Pangeran Dastan, seketika itu pula Raja mengenakannya. Jubah yang sangat cocok untuk Raja. Raja kelihatan begitu gagah memakai jubah tersebut. Disinilah malapetakan dimulai. Tak lama setelah Raja pakai, badan Raja langsung gatal-gatal dan terbakar. Ternyata didalam jubah sudah dibubuhi dengan racun yang sangat mematikan. Tak pelak luka bakar yang mengena kulitnya sangat parah. Saking tak tahannya akan rasa sakit yang ditimbulkan, Raja langsung tersungkur dari singgasananya. Dan seketika itu pula Malaikat maut langsung datang menjemput King Shahraman. Raja yang dikenal wibawa tewas setelah memakai jubah hadiah dari putranya sendiri, Pangeran Dastan.

Pangeran Dastan menjadi tersangka utama dalam adegan ‘pembunuhan’ Raja. Melihat kejadian itu, ia merasa mara bahaya mengancam dirinya dan dengan sigap ia langsung melarikan diri. Ia lantas menjadi buronan seluruh orang di Kerajaan termasuk oleh kakaknya sendiri. Pamannya pun tak ketinggalan untuk turut serta memburu Pangeran Dastan. Uniknya dalam pelarian itu, Putri Tamina yang akan dinikahkan dengan Pangeran Tus justru memilih ikut dalam pelarian bersama Pangeran Dastan.

Kecerdasan mengarahkan Pangeran Dastan untuk bertindak tenang dan bijak. Mengambil risiko besar, ia mendatangi pamannya di pemakaman ayahnya. Dari pertemuan itu, terkuaklah bahwa sutradara sebenarnya dari kejadian tewasnya Sang Raja tak lain adalah pamannya sendiri. Hal itu terbukti dengan ditemukannya luka bakar pada tangan Pamannya akibat sedikit terkena racun ketika menaburnya di jubah sebelum dipakai Raja. Namun kakaknya belum percaya kalo pembunuh sebenarnya adalah Sang Paman. Jadi, pengejaran terhadap pangeran Dastan tetap berlanjut.

Sampai pada suatu kejadian Pangeran Garsiv menemukan Pangeran Dastan. Duel dua bersaudarapun tak dapat dihindari lagi. Ditengah-tengah pertempuran, tiba-tiiba datang pasukan Assasin yang mencoba membunuh mereka berdua. Ternyata Paman Nizam yang membayar para Assasin untuk melenyapkan mereka. Pangeran Garsiv tewas dalam pertempuran melawan Assasin, namun Prince Dastan berhasil selamat.

Sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga. Pepatah itulah yang cocok untuk menggambarkan kondisi Paman Nizam. Sepintar-pintarnya dia meracik rencana busuk akhirnya tercium juga. Akhirnya terkuaklah siapa sutradara sesungguhnya dari semua malapetaka. Penyerbuan yang menyebabkan kematian Pangeran Garsiv membuat semua tahu bahwa perancang skenario pembunuhan adalah Paman Nizam. Ia ingin semuanya mati sehingga tahta kerajaan jatuh pada dirinya yang notebene adalah adik dari Raja Shahraman.

Tampaknya Nizam sudah termakan oleh tabiat setan yaitu keserakahan dan tamak. Ia menginginkan menjadi raja. Bahkan sifat ini sudah terpendam lama sejak Shahraman menjadi raja. Kepada kakaknya sendiri ia iri dan cemburu, hanya karena sebuah tahta menjadi raja. Nizam sangat menyesal pernah menyelamatkan Shahraman dari serangan singa ketika berburu di gurun pasir  sewaktu masih kecil. Ia menyesal sekali. Dan ternyata serangan ke Kota Alamut sebenarnya adalah untuk mencari jam pasir yang bisa mengulang waktu ke masa silam. Nizam ingin kembali ke masa ketika ia menyelamatkan Shahraman. Ia ingin membiarkan Shahraman diterkam singa. Seandainya Shahraman tidak ia selamatkan pasti ia sudah tewas dimakan oleh singa gurun yang kelaparan dan otomatis dirinya yang akan menjadi raja, bukannya Shahraman. Ketamakan dan keserakahan akan kekuasaan inilah yang melatarbelakangi dari semua bencana.

Setali dengan kisah di film The Prince of Persia, ternyata kisah akan peristiwa pembunuhan untuk kali pertama di dunia ini juga didasari oleh hawa nafsu yang tidak bisa dikendalikan seperti sifat tamak, iri hati dan dengki yang justru terjadi terhadap saudaranya sendiri. Adalah Qabil sang kreator pembunuh pertama dalam sejarah peradaban manusia. Ia adalah putra nabi Adam a.s yang telah membunuh saudaranya sendiri yaitu Habil. Iri dengki yang telah menggerogoti Qabil lantaran persembahannya tidak diterima Alloh karena tidak didasari dengan keikhlasan. Berbeda dengan Habil yang diterima Alloh karena ia ikhlas. Persembahan yang ditolak Alloh karena tidak dengan ikhlas menyebabkan kebencian terhadap saudaranya sendiri sampai akhirnya ia bunuh dengan tangannya sendiri.

Al Qur’an mengisahkannya dengan jelas dalam surat Al Maidah ayat 27-32.
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!." Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa." QS 5:27
"Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam." QS 5:28
"Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim." QS 5:29
“Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi.”
QS 5:30

Amat bahayanya sifat iri dengki dan tamak, sampai-sampai tega membunuh saudaranya sendiri. Pentingnya akan mengendalikan hawa nafsu yang dapat menuntun kita kepada kebaikan dan kebenaran, bukan hanya dimata kita dan manusia lainnya namun juga kebaikan dan kebenaran yang diridhoi Alloh SWT. Selalu ingat (dzikrulloh) dan merasa selalu diawasi Alloh (muroqobatulloh) akan mengantarkan kita dekat dengan Alloh, selain itu juga merupakan cara yang efektif untuk menepis sifat-sifat tercela itu. Selagi ada kesempatan, marilah..  Wallohu a’lam...

0 komentar:

Posting Komentar