Rabu, 28 Desember 2011 | By: e_yanuarto

MeMAKNAi T@hun B@ru......


Di negeri kita tercinta ini, saat malam hari pergantian tahun baru, para muda-mudi biasanya menggelar berbagai pesta. Ada di antara mereka yang begadang malam menunggu jam tepat 00:00 tiba, mereka serempak meniupkan terompet, pesta kembang api pun dimulai, pawai sepeda motor pun di-start dan mulai memenuhi jalan-jalan dengan membuka gas sepenuhnya disertai yel-yel yang memekakkan telinga. Pada pagi harinya mereka menghadiri panggung-panggung hiburan, konser-konser musik yang digelar di berbagai tempat; di alun-alun kota, tempat hiburan rakyat (baca: THR), maupun di tempat-tempat rekreasi dan lain-lainnya.
Campur baur antara muda-mudi, bergandengan dengan pasangan sejenis atau bahkan dengan yang lawan jenis., gelak tawa dan canda, isapan rokok bak asap cerobong pabrik, kopi dan cete’ (bhs. Jawa: sesuatu untuk melumuri rokok sebelum dibakar) menjadi teman akrab yang senantiasa menyertai mereka.

Televisi, turut pula memeriahkan suasana malam dan hari tersebut dengan mengelar berbagai acara yang menarik ala mereka, demikian juga studio-studio radio tak mau absent dari ikut serta memeriahkannya.

Para pemilik pusat perbelanjaan, pasar-pasar swalayan, super market sampai mini-mini market juga tak mau ketinggalan. Mereka berlomba-lomba mengobral barang dagangan dengan memberikan diskon besar-besaran dalam rangka natal dan tahun baru. Tidak segan-segan mereka memasang beragam promosi yang juga dalam rangka menyambut natal dan tahun baru.

Begitu meriah acara-acara yang digelar oleh mereka untuk menyambut kedatangan tahun baru tersebut, sehingga membuat kebanyakan orang terbuai, tak sadar ikut hanyut terbawa arus dan tidak melihat kepada berbagai macam dilema keagamaan, sosial dan kemasyarakatan yang timbul karenanya.

Fenomena seperti ini merupaka realita kehidupan yang senantiasa berulang setiap tahunnya. Bahkan, dari tahun ke tahun makin bertambah semarak dan makin tak terkendalikan arusnya. Dan untuk tahun ini –wallohu a’lam- apa yang akan terjadi dan mewarnai awal kehidupan di tahun baru di negeri kita ini.

Sebagai seorang muslim yang memiliki kecemburuan besar terhadap agamanya tentu tidak setuju dengan itu semua, dan tentu tidak setuju bila hal itu sampai terjadi di tengah keluarga dan teman-teman kita. Sehingga, perlu ditanamkan sikap yang tepat lagi sesuai dengan syari’at agar keluarga kita tidak larut dalam biasnya kehidupan akhir zaman yang penuh dengan fitnah ini.

PERGANTIAN TAHUN MERUPAKAN TANDA KEKUASAAN ALLOH TA’ALA
Bergulirnya masa dan roda kehidupan yang tertata dengan apik ini merupakan tanda kekuasaan Sang Pencipta ‘Azza wa jalla, Pencipta kehidupan dan kematian, Pengatur jagat raya dan seluruh isinya. Ia merupakan tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya yang tiada tara, yang hanya dipahami oleh orang-orang yang berakal, yang sudi memikirkan tanda-tanda kekuasaan-Nya, Alloh ‘Azza wa jalla, berfirman:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imron 3: 190-191)

HARUSKAH TAHUN BARU DIRAYAKAN?
Bila kita tahu bahwa bergantinya masa demi masa,tahun demi tahun merupakan tanda kekuasaan Alloh ‘Azza wa jalla haruskah tanda kekuasaan-nya dirayakan dengan berbagai pesta?

Perayaan tahun baru di beberapa Negara terkait erat dengan ritual keagamaan atau kepercayaan mereka terhadap para dewa. Di Brazil misalnya, pada tengah malam setiap tanggal 01 Januari manusia berbondong-bondong menuju pantai dengan pakaian putih untuk menaburkan bunga di laut, mengubur mangga, pepaya, dan semangka di pasir sebagai penghormatan terhadap dewa Lamanja, dewa laut yang terkenal dalam legenda Negara si Pele.

Orang Romawi kuno, mereka saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan,mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus,si dewa pintu dan semua permulaan. Di New England, Amerika, orang-orang koloni menembakkan senapan ke udara dan berteriak-teriak, sementara yang lain mengikuti perayaan di gereja atau pesta di tempat terbuka.

Dan bagi orang Kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa, tahun baru Masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih –menurut keyakinan mereka, sehingga agama Kristen sering disebut sebagai agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi.

Jika seorang muslim telah memahami hal ini, maka ia tentu akan memahami bahwa bagi kaum Nasrani dank aum kafir lainnya merayakan tahun baru merupakan peribadahan. Sehingga bila ada seorang muslim yang latah ikut-ikutan merayakan tahun baru boleh dibilang karena kebodohannya terhadap agamanya. Bagaimana tidak, sebab ia telah menyerupakan dirinya dengan orang-orang kafir yang menentang Alloh Ta’ala dan Rosul-Nya. Sedangkan seorang yang beriman, sebagaimana yang Alloh Ta’ala sebutkan, di antara sifatnya ialah:

“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan az-zuur…” (QS. al-Furqon 25: 72)

Sekelompok ulama, seperti Ibnu Sirin, Mujahid dan ar-Robi’ bin Anas menafsirkan kata “az-Zuur” dalam ayat di atas dengan hari-hari besar orang kafir.

Dalam hadits yang shohih dari Anas bin Malik rodhiallohu ‘anhu, dia berkata: Saat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah penduduk Madinah memiliki dua hari besar untuk bermain-main. Lalu beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam bertanya:
“Dua hari untuk apa ini?” Mereka menjawab, “Dua hari dimana kami sering bermain dimasa Jahiliyyah.” Lantas beliau bersabda, “Sesungguhnya Alloh telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik dari keduanya, (yaitu) Idul Adha dan Idul Fithri.” (HR. Abu Dawud: 1134)

Demikian pula terdapat hadits yang shohih dari Tsabit bin adh-Dhohak rodhiallohu ‘anhu, bahwasannya dia berkata:
“Seorang laki-laki telah bernadzar pada masa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam untuk menyembelih unta sebagai qurban di Buwanah. Lalu dia mendatangi Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Sesungguhnya aku telah bernadzar untuk menyembelih unta sebagai qurban di Buwanah. Lalu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah di sana terdapat salah satu dari berhala-berhala jahiliyyah yang disembah?” Dia menjawab, “Tidak” Beliau bertanya lagi, “Apakah di sana terdapat (perayaan) salah satu dari hari-hari besar mereka?” Dia menjawab, “Tidak.” Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tepatilah nadzarmu karena tidak perlu menepati nadzar di dalam berbuat maksiat kepada Alloh dan di dalam hal yang tidak dimiliki manusia.” (HR. Abu Dawud: 3313)

Umar bin al-Khoththob rodhiallohu ‘anhu berkata, “Janganlah kalian mengunjungi kaum musyrikin di gereja-gereja (rumah-rumah ibadah) mereka pada hari besar mereka, karena sesungguhnya kemurkaan Alloh akan turun atas mereka.” (Atsar-perkataan shahabat- riwayat al-Baihaqi dalam kitab Sunan al-Kubro: 9/234)

Dan dari Abdullah bin Amr bin al-Ash rodhiallohu ‘anhu, dia berkata, “Barangsiapa yang berdiam di negeri-negeri orang asing, lalu membuat (merayakan) tahun baru dan festival seperti mereka serta meyerupai mereka hingga dia mati dalam kondisi seperti demikian, maka kelak dia akan dikumpulkan pada hari kiamat bersama mereka.” (Atsar riwayat al-Baihaqi dalam kitab sunannya: 9/234)

INGKARI KEMUNGKARANNYA!!
Kemungkaran merupakan sebuah jalan menuju petaka. Alloh Ta’ala berfirman:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali
(ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum 30: 41)

Kemungkaran amat berpengaruh terhadap gejala alam yang timbul di muka bumi ini. Alloh Ta’ala mengabarkan bahwa ketika orang-orang kafir mengklaim bahwa Alloh subhanahu wa ta’ala memiliki anak, maka hampir saja langit dan bumi itu terbelah dan gunung-gunung hampir runtuh dibuatnya. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Hampir-hampir langit pecah karena Ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh." (QS. Maryam 19: 90)

Melihat dan menilik begitu bahayanya akibat dari kemungkaran bagi kehidupan rumah tangga, masyarakat, bangsa dan Negara; maka seorang muslim di hari-hari seperti ini harus berusaha sekuat tenaga mencegah dan mengingkari kemungkaran-kemungkaran yang ada sebatas kemampuannya, walau hanya dengan hati. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):
“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka hendaknya mengubahnya dengan tangannya, bila tidak mampu maka dengan lisannya, bila tidak mampu maka dengan hatinya. Dan (pengingkaran dengan hati itu) ialah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim : 186)

BENTENGI AQIDAH KELUARGA KITA
Kemungkaran-kemungkaran yang terjadi tersebut merupakan fitnah (ujian) yang besar bagi seorang muslim, keluarga, masyarakat dan negara secara umum yang dapat membawa petaka di dunia dan akhirat. Maka, sudah selayaknya ketika terjadi fitnah seperti ini seorang muslim menjauh darinya dan tidak ikut larut didalamnya serta berusaha membentengi keluarganya dari terjerumus didalamnya bila ia tidak kuasa mencegah apalagi untuk meniadakannya.

Alloh Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim 66: 6)

Memelihara diri dan keluarga maksudnya ialah menjaga diri dari kemaksiatan menuju ketaatan kepada Alloh sehingga terhindar dari neraka-Nya. Namun, dengan apakah ia seharusnya membentengi diri dan keluarganya? Tentunya dengan sebuah banteng yang mampu membendung fitnah ini, yaitu ilmu tentang Alloh dan Rosul-Nya, juga tentang agama Islam berdasar hujjah-hujjah yang terang dan pemahaman yang selamat.

Hanya dengan ilmu-ilmu tersebut seseorang akan mampu membentengi diri dan keluarganya dari segala macam fitnah. Dengan ilmu tentang Alloh maka ia akan mengagungkan Alloh dengan sebenar-benar pengagungan, ia akan memiliki rasa khouf (takut) yang akan membawanya kepada kecintaan, ketundukan, kepatuhan dan pengagungan terhadap rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, nama-nama-Nya, hukum-hukum syari’at-Nya, dan qodho serta qodar-Nya. Dengan ilmu tentang Rosul-Nya maka akan membuahkan ketaatan kepadanya secara proporsional, mengikuti sunnah dan seluruh ajarannya. Sedangkan dengan ilmu tentang Islam maka ia akan memahami syari’at Islam secara benar. Sehingga dengan semua ini, ia akan selamat dari fitnah dunia dan fitnah agama (syirik, bid’ah, dan kemaksiatannya).

YANG HARUS KITA LAKUKAN
Seriap detik maupun detak kehidupan merupakan momen yang amat berarti yang tak akan dilupakan oleh setiap insan yang beriman. Setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan fana ini pun senantiasa menjadi pengingat kebesaran dan keagungan-Nya dan akan menambah rasa khouf (takut), hubbun (cinta), dan rodja (harap) akan ridho-Nya, yang mana semua ini akan terefleksikan dalam amalan yang nyata secara lahir dan batin. Tinggal, apa yang bisa lakukan untuk semua itu?

1. ISI HARI-HARI KITA DENGAN SESUATU YANG BERMANFAAT
Makin bertambah usia seorang muslim makin ia akan sadar betapa pentingnya memanfaatkan waktu dengan mengerjakan sesuatu yang bermanfaat di dunia dan di akhirat serta menjauhkan dirinya dari perkara yang sia-sia dan merugikan dirinya. Perhatikanlah, bagaimana Alloh subhanahu wa ta’ala menyifati orang-orang mukmin yang beruntung dengan firman-Nya:
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” (QS. Al-Mukminun 23: 1-3)

2. INGAT MASA PENANGGUHAN HIDUP KITA DI DUNIA
Ketika seorang muslim memasuki tahun baru, ia akan ingat bahwa berarti ia makin mendekati akhir masa penangguhan hidup di dunia ini. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):
“Umur-umur umatku adalah antara 60 hingga 70 tahun.” (HR. Tirmidzi: 3473)

Bila kita senantiasa mengingat hal ini maka kita pun akan makin bersemangat dalam mencari bekal untuk mendapatkan kebahagiaan ukhrowi yang kekal abadi.

3. BERBANGGALAH DENGAN KEISLAMAN YANG KITA MILIKI
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya):
“Petunjuk kita menyelisihi petunjuk ahli syirik dan berhala.” (HR. al-Baihaqi dalam Ma’rifat Atsar dan Sunan: 3139)
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam juga bersabda (yang artinya):
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari golongan mereka.” (HR. Abu Dawud: 3512, Tirmidzi: 2619, dan yang lainnya)

Dari dua hadits di atas kita tahu bahwa agama kita berbeda dengan agama lain, sehingga kita dilarang latah, menyerupakan diri, terlebih mengikuti cara beragamanya kaum kafir. Maka sebagai seorang muslim hendaknya meninggalkan perayaan tahun baru sekaligus penanggalan ala kafir ini, sebaliknya berusaha menghidupkan penanggalan Islami dalam rangka meninggikan syi’ar dan izzah Islam serta kaum muslimin.
Alloh Ta’ala berfirman:
“…Barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Alloh, Maka Sesungguhnya itu timbul dari Ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj 22: 32).
Wallohul muwaffik…

Diambil dari catatan seorang sahabat, jadi silakan share atau cetak risalah ini kepada keluarga, sanak saudara, teman dan tetangga seagama…
Insya Alloh mereka dapat hidayah dari Alloh Ta’ala.
Sumber:
Majalah AL-MAWADDAH
Edisi Ke-5 Tahun Ke-2 :: Dzulhijjah 1429H :: Desember 2008M
Transkip ulang oleh : Abu Tsuroyya al-Qoryah

0 komentar:

Posting Komentar